Opini WTP Tak Cukup, DPRD Kutim Soroti Lemahnya Serapan Anggaran dan Pengawasan

SANGATTA – Meski Pemerintah Kabupaten Kutai Timur kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan tahun anggaran 2024, DPRD Kutim menegaskan bahwa capaian tersebut belum mencerminkan perbaikan menyeluruh dalam tata kelola keuangan daerah.

Dalam Rapat Paripurna DPRD yang digelar Kamis (31/7/2025), Dewan menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2024. Namun, persetujuan tersebut disertai rentetan catatan strategis dan rekomendasi yang menunjukkan perlunya langkah korektif secara sistemik.

Laporan Panitia Khusus (Pansus) yang dibacakan oleh anggota DPRD, Shabaruddin, mencatat bahwa dari target pendapatan daerah sebesar Rp13,066 triliun, realisasinya hanya Rp10,440 triliun atau 79,90 persen. Sementara itu, realisasi belanja daerah mencapai Rp12,064 triliun dari pagu Rp14,801 triliun atau 81,52 persen. Hasilnya, terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp113,9 miliar.

Read More

“Banyak temuan BPK yang berulang dari tahun ke tahun. Ini menunjukkan bahwa pengawasan internal belum maksimal dan perlu diperkuat,” kata Shabaruddin dalam laporannya.

Pansus juga menyoroti sejumlah masalah teknis, seperti:

• Kelebihan pembayaran dalam proyek fisik

• Lemahnya pengendalian kas

• Penerbitan Surat Penyediaan Dana (SPD) melebihi dana riil

• Pengelolaan Pajak Barang Jasa Tertentu (PBJT) yang belum optimal

Seluruh fraksi menyetujui raperda menjadi perda, namun memberikan catatan kritis yang substansial. Di antaranya, pentingnya audit menyeluruh terhadap penggunaan dana desa, percepatan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta evaluasi menyeluruh terhadap Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor sawit dan tambang yang belum mencerminkan proporsi kontribusi Kutim.

DPRD juga menekankan tindak lanjut konkret. Perangkat daerah diwajibkan menyusun Laporan Evaluasi Internal (LET) dalam 60 hari. Selain itu, DPRD bersama Inspektorat dan BPKAD akan membentuk Tim Pemantau Syarat Salur. Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) juga didorong untuk merombak skema belanja RAPBD 2026.

Inisiatif penguatan pengawasan keuangan daerah juga diarahkan melalui pembentukan Unit Pengelola Informasi Audit (UPIA) dan Delegasi Advokasi Fiskal. Delegasi ini bertugas memperjuangkan pencairan DBH yang belum disalurkan serta mengawal revisi formula pembagian DBH Sawit dan Minerba ke pusat.

Tak hanya itu, DPRD merekomendasikan pembentukan Satgas Penertiban Pajak Daerah. Pemkab Kutim juga diberi tenggat waktu hingga Desember 2025 untuk menyelesaikan seluruh temuan BPK yang belum ditindaklanjuti.

Penandatanganan berita acara persetujuan menutup rapat paripurna, sekaligus menandai kesepakatan bersama antara legislatif dan eksekutif untuk melakukan perbaikan tata kelola keuangan yang lebih transparan, akuntabel, dan efektif.

Hotel Royal Victoria Sangatta

Related posts