Polres Kutim Ungkap Kronologi Pencabulan di Ponpes

SANGATTA – Polres Kutai Timur (Kutim) menggelar konfrensi pers terkait Pengungkapan Kasus pencabulan yang dilakukan oknum ustadz di salah satu pondok pesantren di Kutim, pada Rabu (12/6).

Dalam rilisnya, Kasatreskrim Polres Kutim AKP Dimitri Mahendra mengatakan informasi terkait pelecehan ini mulai merebak saat salah satu korban melaporkan tindakan asusila tersebut pada kepolisian.

Usai melakukan pemeriksaan di lokasi pesantren, tersangka berinisial UR (52) digelandang ke Mako Polres untuk dilakukan penyidikan.

Read More

Terbukti, tersangka telah melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur yang mana korbannya merupakan sejumlah murid dan karyawan yang bekerja di pesantren itu.

“Kamis lalu, pada 6 Juni 2024 seorang korban melaporkan adanya kasus pencabulan. Dari hasil pemeriksaan tersangka UR melakukan pencabulan terhadap lima orang murid perempuan dan dua karyawan,” ujar Dimitri.

Lebih lanjut, ia juga menjelaskan bahwa korban pertama inisial IR (44) dilecehkan dengan cara dipeluk dari belakang dan langsung meremas bagian dada IR saat sedang mencuci piring di rumah tersangka pada 2014 silam.

“Ada lagi korban berikutnya, yaitu LN (14) yang juga pernah dicabuli selama kurang lebih 5 menit pada November 2021 lalu. Tidak hanya itu, LM (20) juga dicabuli sebanyak dua kali dengan cara menyetubuhi korban pada 2013 dan saat ini korban sudah menikah,” tutur Kasatreskrim.

Lanjutnya, korban AB (17) dicabuli dengan cara membujuk korban untuk mendatangi tersangka di rumahnya pada malam hari dan membujuk untuk menciumnya pada Juni 2021.

“Korban AI (14) dicabuli dengan cara menyatakan perasaan sayang dan ingin menikahi AI pada 2023, dimana saat itu korban masih duduk di kelas 2 SMP semester 1. Ada pula AJ (16) dicabuli selama 2 menit yang saat itu sedang mengantarkan makanan ke ruangan tersangka pada 2022. Kala itu, Aj juga masih berusia 15 tahun,” ungkap ia.

Dimitri melanjutkan masih ada korban lain, yakni HH (26) yang dicabuli dengan cara dibujuk sebanyak tiga kali selama HH bekerja di pondok pesantren pada 2023 lalu.

“Dari hasil pemeriksaan kami, dilakukan pendalaman korban yang sudah kami periksa rata-rata sudah lulus dari lembaga pendidikan tersebut. Selanjutnya didalami lagi ternyata sang istri tersangka mengakui sudah pisah ranjang selama 8 bulan terakhir,” ujarnya.

Atas perbuatannya, tersangka dikenakan pasal 82 ayat 2 jo 76E UU RI no 17/2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang no 1/2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang no 23/2002 Tentang Perlindungan Anak.

“Dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana apabila dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga kependidikan,” tutupnya.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *